Senin, 12 Desember 2011

Tumbuhan apu-apu (Pistia stratiotes)

ADAPTASI TUMBUHAN APU APU (PISTIA STRATIOTES) PADA PERSAWAHAN DESA BEJALEN AMBARAWA





             Disusun oleh:
                                VEBRY TRIBIANTO (24020110130063)
                                    EDI PURNOMO  (24020110120040)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

ADAPTASI TUMBUHAN APU APU (PISTIA STRATIOTES) PADA PERSAWAHAN DESA BEJALEN AMBARAWA

A.      PENDAHULUAN
Indonesia termasuk dalam wilayah iklim monsun Asia. Pada umumnya, mekanisme ini ditandai dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, disertai angin topan, badai, dan puting beliung yang jarang terjadi, kecuali di pulau pulau timur jauh Indonesia, seperti pulau timor. Mekanisme iklim ini ditentukan oleh pergerakan Inter-Tropical Convergence Zone (ITCZ) bersama pergerakan musim dan pertemuan dengna angin yang menimbulkan kelembapan. Secara keseluruhan, iklim Indonesia tergolong panas dan lembab sepanjang tahun dengan suhu udara yang tetap, tidak melebihi 270 C. Selain itu, Indonesia terletak di kedua sisi khatulistiwa, sehingga Indonesia memiliki beberapa iklim berbeda di sebelah barat pulau, iklim cenderung tropis dan semi lembab sedangkan di sebelah timur, iklim semi-kemarau ( Forestier, 2007).
Iklim sangat mempengaruhi tipe tipe tumbuhan yang hidup pada suatu wilayah. Tipe tipe tumbuhan yang berbeda hidup di iklim yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, hutan hujan tumbuh di daerah panas dan basah di sekitar khatulistiwa, sedangkan hutan tumbuhan berdaun jarum (konifer) tumbuh di daerah dingin di Utara. Lebih jauh lagi ke Utara, yang suhunya bahkan lebih dingin lagi, hanya lumut dan tumbuhan bunga kecil yang bisa bertahan hidup. Hal inipun berlaku juga pada perkembangan berbagai tipe tumbuhan di wilayah Indonesia yang beriklim tropis. Akibat dari iklim tropis yang terdapat pada wilayah Indonesia tersebut, maka Indonesia memiliki tipe tipe tumbuhan yang khas dengan iklim tropis, yaitu tumbuh-tumbuhan yang memiliki kemampuan secara adaptasi, morfologis, fisiologis maupun tingkah laku untuk hidup pada kondisi kering dan lembab, dengan ketersedian air dan suhu yang tidak terlalu ekstrim. (Matthews, 2003).
Secara umum, banyak tumbuhan yang mampu hidup di wilayah tropis. Sehingga menciptakan adanya hutan hujan tropis yang ditandai dengan banyaknya keanekaragaman jenis tumbuhan dari tingkat rendah hingga tingkat tertinggi. Oleh sebab itu,  Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau 21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut, laguna, hutan rawa dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Lahan basah tersebut memiliki potensi dan keanekaragaman pada berbagai jenis tumbuhan air dengan kekhasan yang dimiliki tiap jenisnya (Dharmono, 2007).
Beberapa tanaman air mampu menyerap bahan radioaktif sehingga dapat digunakan untuk mengurangi limbah akibat pencemaran bahan radioaktif di lingkungan. Salah satu contoh tumbuhan yang mampu menyerap bahan radioaktif adalah kiapu atau dikenal pula apu apu (Pistia stratiotes) (Abadi,2010). Tumbuhan ini memiliki suatu kemampuan yang dapat membantu perbaikan lingkungan air yang tercemar. Melihat kemampuan yang dimiliki kiapu (P. stratiotes), maka perlu adanya pemerhatian terhadap jenis tanaman ini. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman dan perhatian terhadap tanaman tanaman yang dianggap sebagai gulma bagi pertanian, namun memiliki potensi yang baik untuk kondisi air. Pemerhatian secara adapatatif, fisiologis, ataupun morfologis membantu dalam mengetahui kemampuan dari suatu jenis tumbuhan dalam melakukan kinerja biologis dan efektifitas yang dimiliki tiap organel-organelnya. Struktur tubuhnya memiliki kemampuan tertentu untuk menjalankan proses adaptasi terhadap lingkungannya sehingga mampu bertahan hidup dengan kondisi tertentu. Sehingga mampu mengetahui parameter lingkungant terhadap potensi kehidupan suatu tumbuhan (Robert, 2000).
Fokus yang akan dibahas adalah tumbuhan Apu-apu (P.stratiotes), khususnya yang tumbuh di wilayah persawahan. Untuk sampel yang dipakai pada pembahasan ini adalah Apu-Apu yang tumbuh di wilayah persawahan pada Desa Bejalen. Desa Bejalen merupakan suatu desa yang terletak sebelah selatan Kecamatan Ambarawa, dan terletak tepat di dekat Danau Rawa Pening. Karena letaknya yang dekat dengan Rawa Pening, maka lahan persawahan yang terdapat pada Desa Bejalen cenderung tergolong lahan basah atau lahan yang kaya air. Sehingga mendorong Apu-apu (P.stratiotes) untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.

B.            TUJUAN
Tujuan dari disusunnya pembahasan mengenai “Adaptasi Tumbuhan Apu-apu (Pistia stratiotes) pada Persawahan Desa Bejalen Ambarawa” yaitu mengetahui lebih mendetail mengenai seluk beluk dan struktur dari Tumbuhan Apu-apu (Pistia stratiotes) dengan menggunakan pendekatan morfologi, dan fisiologi adaptasi dan juga taksonomis pada wilayah persawahan di Desa Bejalen Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.


C.           LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
  1. Klasifikasi dan Deskripsi umum
Kingdom         :Plantae
Subkingdom    :Tracheobionta
Superdivision :Spermatophyta
Division           :Magnoliophyta
Class                : Liliopsida
Subclass          :Arecidae
Order               :Arales
            Family             : Araceae
Genus              : Pistia
Species            :Pistia stratiotes L.
                                   
Tumbuhan ini dikenal dengan water lettuce dalam bahasa inggris yang berarti kubis air atau selada air. merupakan tumbuhan yang berasal dari Afrika atau Amerika selatan, yang tumbuh secara alami atau bisa juga dibawa oleh manusia. Penyebaran hidrophyta secara luas pada iklim tropis. Di Amerika selatan, terdapat pada semenanjung Florida dan menuju ke barat hingga Texas. Di Florida, di dokumentasikan di sepanjang danau danau, aliran sungai, pantai, rawa,  rawa yang dalam, rawa yang dangkal dan komunitas yang kasar. Spesimen herbarium dikumpulkan dari 39 wilayah seperti kabupaten Bay di Panhandle melalui Peninsula selatan ke Collier dan kabupaten Miami-dade. Populasi juga dilaporkan dari wilayah alami di Okaloosa, Gadsen, Madison, Osceola, dan Monroe. Juga ditemukan pada semenanjung Carolina selatan. Namun sekarang telah menyebar hinga wilayah beriklim tropis dan subtropis, termasuk Asia (Langeland.et al, 2008). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan mengapung di permukaan air, tumbuhan herba dengan stoloniferus dan biasa di temukan di genangan air seperti kolam dan sungai melalui India hingga ketinggian 1000 meter. Bagian daunnya sering digunakan untuk pengobatan. Di Gambia, tumbuhan ini digunakan sebagai Anodine untuk cuci mata (Kumar et.al, 2010).
Reproduksi berjalan secara cepat dengan perkembang biakan vegetatif dengan melepas stolon. Musim mempengaruhi kepadatan rosset, yaitu kurang dari 100 per m2 hingga lebih dari 1.000 per m2 di Florida selatan. Tidak ada toleransi dengan suhu rendah atau dingin. Namun dapat bertahan hidup untuk periode waktu yang panjang pada kotoran lembab, tepian sungai, dan tepian pasir sungai (Langeland, et.al, 2008).

2.             Pendekatan Morfologis

Pendekatan morfologi merupakan suatu sistem pengamatan dalam menganalisis suatu sampel dimana sifat dan ciri yang dimiliki dari sampel dapat diidentifikasi dengan mudah karena terlihat oleh mata dan nampak jelas. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang hidup mengapung di permukaan air yang tenang atau air yang mengalir tetapi dengan aliran yang pelan. Sesuai dengan nama dari tumbuhan ini yaitu selada air (dalam bahasa indonesia), maka secara keseluruhan tumbuhan ini mirip dengan selada namun kecil, mengapung dan terbuka ke atas (Landprotection, 2006). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan tetap hijau yang merupakan tumbuhan monocotyledone. Tumbuhan ini cenderung untuk memperluas dan melacak serta membentuk koloni besar yang dapat menutupi seluruh permukaan yang tersedia bagi mereka. Tumbuhan ini lebih suka di tempat yang cerah dan mendapat cahaya matahari secara bebas. Namun juga dapat hidup di tempat yang teduh namun tetap terkena cahaya matahari secara parsial (Anonimous, 2011).
(Landprotection, 2006)
 
Water lettuce (P.stratiotes) tidak memiliki batang yang jelas dan bahkan tidak memiliki batang. Daun daunnya tersusun secara roset didekat akar, sehingga disebut roset akar. Daunnya merupakan daun tunggal. Ujung daun membulat namun pangkal daun runcing. Tepi daun berlekuk-lekuk dann ditutupi dengan rambut tebal dan lembut. Panjang daun sekitar 2 hingga 10 cm sedangkan lebar daun sekitar 2 hingga 6 cm. Daun daun tebal dan lembut membentuk suatu pahatan seperti mahkota bunga mawar dan sedikit kenyal. Pertulangan daun sejajar, dimana tulang daun tipis dan terselubung. Daun berwarna hijau kadang kebiruan bila sudah tua agak berwarna kuning. Tangkai daun sangat pendek hampir tidak ada (Landprotection,2006). Bunga berada di tengah roset dan tumbuh berwarna putih namun tidak begitu jelas. Bunga bertipe bunga tongkol dan terletak di ketiak daun di tengah roset. Bunga merupakan bunga berumah satu. Panjang bunga kurang lebih 1 cm, memiliki rambut dan dilindungi oleh seludang, serta bunga bersembunyi sehingga tidak nampak jelas. Perkembangbiakan yang dilakukan selan generatif, juga dapat terjadi secara vegetatif, yang dilakukan dengan menghasilkan stolon. Membran pada bunga memisahkan antara bunga jantan dan bunga betina. Buah dari bunga Apu-apu (P.stratiotes) merupakan buah buni. Buah berbentuk bulat dan berwarna merah, dengan ukuran 5 hingga 8 cm. Sedangkan biji dari tumbuhan ini berbentuk bulat, berwarna hitam, dan berukuran kecil. Ukuran biji 2 mm, dengan sisi membujur dan ujung meruncing. Akar jumbai panjang berwarna putih, yang menggantung di bawah roset yang mengambang bebas di sepanjang saluran air. Akar memiliki stolon. Rambut-rambut akarnya membentuk suatu struktur berbentuk seperti keranjang dan dikelilingi gelembung udara, sehingga meningkatkan daya apung tumbuhan itu. Akar dapat tumbuh panjang hinga mencapai 80 cm (Langeland,2008).
3.             Pendekatan Adaptasi Fisiologi
Pendekatan adaptasi fisiologi merupakan cara atau sistem pengamatan secara mendetail dan terperinci dengan menggunakan dasar pengamatan sampel berupa proses fisiologis sampel terhadap proses adaptasi yang terjadi di lingkunganya. Secara fisiologis, tumbuhan apu-apu (P.stratiotes) memiliki kemampuan untuk  menyerap bahan radioaktif  sehingga dapat digunakan untuk mengurangi limbah akibat pencemaran bahan radioaktif di lingkungan. Karena kemampuan tersebut, maka tumbuhan ini dapat dikatakan sebagai fitoremediasi. Hal ini didasari oleh kemampuan sejumlah tanaman termasuk apu apu (P.stratiotes) untuk mengakumulasi bahan radioaktif tertentu sehingga konsentrasi pada biota jauh diatas konsentrasi media tanamnya yang merupakan jalur masuknya bahan radioaktif tersebut. Bahan radioaktif yang ada pada lingkungan tersebut diserap oleh akar, kemudian mengalami translokasi di dalam tumbuhan, dan dilokalisasi pada jaringan. Salah satu contoh bahan radioaktif yang ada yaitu Cs (Cesium). Berdasarkan  penelitian dapat diketahui bahwa tanaman apu-apu mampu menyisihkan 134Cs pada sistem perairan. Dengan metode rhizofiltrasi, akumulasi aktivitas 134Cs terbesar ada pada organ akar adalah 29044,05 Bq lalu pada daun tua aktivitas terbesar adalah 3607,62 Bq keduanya terjadi pada hari ke-45, sedangkan aktivitas terbesar yang terserap pada organ daun muda adalah 4341,67 Bq yang terjadi pada hari ke-30.  Dan yang terakhir adalah persentase penyisihan maksimum 134Cs oleh kiapu adalah sebesar 48%. (Abadi, 2010).
Melihat kemampuan dari Tumbuhan apu-apu, maka dapat dilihat bahwa proses tersebut merupakan bentuk adaptasi fisiologis yang dilakukan tumbuhan ini untuk tetap bertahan pada suatu wilayah perairan dengan kondisi adanya bahan radioaktif. Proses adaptasi fisiologis tersebut ditunjukkan dengan kemampuan akar untuk melakukan filtrasi dan kemudian mengalami perubahan susunan pada jaringan penyusun tubuh tumbuhan ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Blum, A (2011) bahwa akar merupakan organ penting dalam transpirasi terhadap status tingkatan air dalam berbagai kondisi, dimana terdapat rentangan akar, disitu terdapat air.  Selain hal tersebut, berdasarkan pengamatan terhadap phytochemical screening maka menunjukkan bahwa tumbuhan apu-apu (P.stratiotes) mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, minyak, lemak dan glikosid (Kumar,et.al, 2010).

                                           Tabel Phytochemical Screening
Type of Extract
Constituent present
ethanolic
alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, minyak, lemak dan glikosid
                                                                                                     (Kumar,et.al, 2010)
Menurut... (..) menjelaskan bahwa flavonoid bermanfaat untuk melindungi struktur sel, sehingga dengan adanya kandungan flavonoid yang dihasilkan oleh tumbuhan apu-apu (P.stratiotes) menunjukan bahwa adanya proses fisiologi adaptasi, khususnya dalam perlindungan struktur sel terhadap lingkungan luar. Sehingga sel tetap melakukan akitivas seluler dengan baik dan tidak mengalami suatu kerusakan dan gangguan. Selain itu, dalam banyak kasus, flavonoid secara langsung berfungsi sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme. Sehingga dengan adanya flavonoid dapat membantu tumbuhan apu-apu untuk melindungi diri dari serangan mikroorganisme.
Tumbuhan apu apu atau Water lettuce (selada air) merupakan tumbuhan yang dapat berkembang biak tidak hanya secara generatif yaitu melalui penyerbukan pada bunga, namun juga secara vegetatif. Perkembangbiakan vegetatif dapat dilakukan karena mampu membentuk stolon. Menurut Langeland,et.al (2008), Stolon tersebut dapat terpotong pada ujungnya dan  akan terlepas dan tumbuh menjadi individu baru. Maka tumbuhan ini dapat berkembang dengan cepat, karena dapat dilakukan secara generatif dan juga vegetatif dengan menggunakan stolon. Sehingga dengan adanya kemampuan tersebut, maka tumbuhan ini dapat bertumbuh dan dapat memperluas dan melacak serta membentuk koloni besar yang dapat menutupi seluruh permukaan yang tersedia bagi mereka. Akar yang dimiliki tumbuhan ini adalah akar serabut dan membentuk suatu struktur berbentuk seperti keranjang dan dikelilingi gelembung udara, sehingga meningkatkan daya apung tumbuhan itu. Hal ini menunjukkan bentuk fisiologis adaptasi yang dilakukan tumbuhan apu apu untuk mampu hidup di area perairan dan tetap mendapatkan cahaya matahari dan udara untuk proses fotosintesis. Selain itu, letak daun berupa rosset dan bentuk daun yang cenderung melebar membantu tumbuhan ini untuk dapat mengapung dipermukaan air karena luas kontak dengan air lebih luas, serta daun yang lebar membantu tanaman ini untuk melakukan penguapan air secara berlebih. Menurut Landprotection (2006), daun tumbuhan apu apu memiliki struktur berongga-rongga, dan bila dilihat secara histologis, maka nampak bahwa terdapat rongga kosong pada jaringan mesofilnya yang disebut jaringan aerenkim. Hal ini menunjukkan cara apu apu untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya yaitu perairan atau lahan basah, yang bertujuan agar dapat mengapung di permukaan air. Tumbuhan yang memiliki rongga udara banyak akan semakin mudah mengapung karena jaringan penyusunnya tidak padat dan berat.


Daftar Pustaka
Anonim, 2011. Pistia stratiotes. http:www.wordpress.com.15 Oktober 2011
Abadi,A.L.2010. Ilmu Tumbuhan. Bayu Media Publishing : Malang
Dharmono,2007. Perpustakaan Sekolah. PT.Tira Pustaka : Jakarta
Forestier,H. 2007. Prasejarah Kepulauan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Kumar. R. 2008. Review Of Plants. John Press : Toronto
Landprotection,2006. In Asive Plants. Century Crafts : New York
Langeland, G. 2008. Code For Practice For Powdered Formula For Plants. PT.Gramedia Pustaka   Utama : JakartA
Matthews,I.G. 2003. The Island. 2nd. Island Press : Washington
Robert,R. 2008. Buku Pintar. Media Of  Indonesia : Jakarta

                          


Tidak ada komentar:

Posting Komentar