ADAPTASI TUMBUHAN APU APU (PISTIA STRATIOTES) PADA
PERSAWAHAN DESA BEJALEN AMBARAWA
Disusun oleh:
VEBRY TRIBIANTO (24020110130063)
EDI PURNOMO (24020110120040)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2011
ADAPTASI
TUMBUHAN APU APU (PISTIA STRATIOTES) PADA PERSAWAHAN DESA BEJALEN AMBARAWA
A.
PENDAHULUAN
Indonesia termasuk
dalam wilayah iklim monsun Asia. Pada umumnya, mekanisme ini ditandai dengan
curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, disertai angin topan, badai, dan
puting beliung yang jarang terjadi, kecuali di pulau pulau timur jauh
Indonesia, seperti pulau timor. Mekanisme iklim ini ditentukan oleh pergerakan
Inter-Tropical Convergence Zone (ITCZ) bersama pergerakan musim dan pertemuan
dengna angin yang menimbulkan kelembapan. Secara keseluruhan, iklim Indonesia
tergolong panas dan lembab sepanjang tahun dengan suhu udara yang tetap, tidak
melebihi 270 C. Selain itu, Indonesia terletak di kedua sisi
khatulistiwa, sehingga Indonesia memiliki beberapa iklim berbeda di sebelah
barat pulau, iklim cenderung tropis dan semi lembab sedangkan di sebelah timur,
iklim semi-kemarau ( Forestier, 2007).
Iklim sangat
mempengaruhi tipe tipe tumbuhan yang hidup pada suatu wilayah. Tipe tipe
tumbuhan yang berbeda hidup di iklim yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh,
hutan hujan tumbuh di daerah panas dan basah di sekitar khatulistiwa, sedangkan
hutan tumbuhan berdaun jarum (konifer) tumbuh di daerah dingin di Utara. Lebih
jauh lagi ke Utara, yang suhunya bahkan lebih dingin lagi, hanya lumut dan
tumbuhan bunga kecil yang bisa bertahan hidup. Hal inipun berlaku juga pada
perkembangan berbagai tipe tumbuhan di wilayah Indonesia yang beriklim tropis.
Akibat dari iklim tropis yang terdapat pada wilayah Indonesia tersebut, maka
Indonesia memiliki tipe tipe tumbuhan yang khas dengan iklim tropis, yaitu
tumbuh-tumbuhan yang memiliki kemampuan secara adaptasi, morfologis, fisiologis
maupun tingkah laku untuk hidup pada kondisi kering dan lembab, dengan
ketersedian air dan suhu yang tidak terlalu ekstrim. (Matthews, 2003).
Secara umum, banyak
tumbuhan yang mampu hidup di wilayah tropis. Sehingga menciptakan adanya hutan
hujan tropis yang ditandai dengan banyaknya keanekaragaman jenis tumbuhan dari
tingkat rendah hingga tingkat tertinggi. Oleh sebab itu, Indonesia memiliki lahan basah yang luasnya lebih dari 38 juta hektar atau
21% dari luas daratannya, dan merupakan negara dengan lahan basah terluas di
Asia. Lahan basah tersebut meliputi danau, hutan bakau, hutan rawa gambut,
laguna, hutan rawa dan lain-lainnya yang sebagian besar dapat ditemukan di
dataran rendah aluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan daerah
pesisir di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Lahan basah tersebut memiliki
potensi dan keanekaragaman pada berbagai jenis tumbuhan air dengan kekhasan
yang dimiliki tiap jenisnya (Dharmono, 2007).
Beberapa tanaman air mampu menyerap bahan radioaktif sehingga dapat digunakan
untuk mengurangi limbah akibat pencemaran bahan radioaktif di lingkungan. Salah
satu contoh tumbuhan yang mampu menyerap bahan radioaktif adalah kiapu atau
dikenal pula apu apu (Pistia stratiotes)
(Abadi,2010). Tumbuhan ini memiliki suatu kemampuan yang dapat membantu
perbaikan lingkungan air yang tercemar. Melihat kemampuan yang dimiliki kiapu (P. stratiotes), maka perlu adanya
pemerhatian terhadap jenis tanaman ini. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman
dan perhatian terhadap tanaman tanaman yang dianggap sebagai gulma bagi
pertanian, namun memiliki potensi yang baik untuk kondisi air. Pemerhatian
secara adapatatif, fisiologis, ataupun morfologis membantu dalam mengetahui
kemampuan dari suatu jenis tumbuhan dalam melakukan kinerja biologis dan
efektifitas yang dimiliki tiap organel-organelnya. Struktur tubuhnya memiliki
kemampuan tertentu untuk menjalankan proses adaptasi terhadap lingkungannya
sehingga mampu bertahan hidup dengan kondisi tertentu. Sehingga mampu
mengetahui parameter lingkungant terhadap potensi kehidupan suatu tumbuhan (Robert,
2000).
Fokus yang akan dibahas adalah tumbuhan Apu-apu (P.stratiotes), khususnya yang tumbuh di wilayah persawahan. Untuk
sampel yang dipakai pada pembahasan ini adalah Apu-Apu yang tumbuh di wilayah
persawahan pada Desa Bejalen. Desa Bejalen merupakan suatu desa yang terletak
sebelah selatan Kecamatan Ambarawa, dan terletak tepat di dekat Danau Rawa
Pening. Karena letaknya yang dekat dengan Rawa Pening, maka lahan persawahan
yang terdapat pada Desa Bejalen cenderung tergolong lahan basah atau lahan yang
kaya air. Sehingga mendorong Apu-apu (P.stratiotes)
untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik.
B.
TUJUAN
Tujuan dari disusunnya pembahasan mengenai “Adaptasi Tumbuhan Apu-apu
(Pistia stratiotes) pada Persawahan Desa Bejalen Ambarawa” yaitu mengetahui
lebih mendetail mengenai seluk beluk dan struktur dari Tumbuhan Apu-apu (Pistia stratiotes) dengan menggunakan
pendekatan morfologi, dan fisiologi adaptasi dan juga taksonomis pada wilayah
persawahan di Desa Bejalen Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
C.
LANDASAN TEORI
DAN PEMBAHASAN
- Klasifikasi dan Deskripsi umum
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
Superdivision :Spermatophyta
Division :Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass :Arecidae
Order :Arales
Family : Araceae
Genus :
Pistia
Species :Pistia stratiotes
L.
Tumbuhan ini dikenal dengan water lettuce dalam bahasa inggris yang
berarti kubis air atau selada air. merupakan tumbuhan yang berasal dari Afrika
atau Amerika selatan, yang tumbuh secara alami atau bisa juga dibawa oleh
manusia. Penyebaran hidrophyta secara luas pada iklim tropis. Di Amerika
selatan, terdapat pada semenanjung Florida dan menuju ke barat hingga Texas. Di
Florida, di dokumentasikan di sepanjang danau danau, aliran sungai, pantai,
rawa, rawa yang dalam, rawa yang dangkal
dan komunitas yang kasar. Spesimen herbarium dikumpulkan dari 39 wilayah
seperti kabupaten Bay di Panhandle melalui Peninsula selatan ke Collier dan
kabupaten Miami-dade. Populasi juga dilaporkan dari wilayah alami di Okaloosa,
Gadsen, Madison, Osceola, dan Monroe. Juga ditemukan pada semenanjung Carolina
selatan. Namun sekarang telah menyebar hinga wilayah beriklim tropis dan subtropis,
termasuk Asia (Langeland.et al, 2008). Tumbuhan
ini merupakan tumbuhan mengapung di permukaan air, tumbuhan herba dengan
stoloniferus dan biasa di temukan di genangan air seperti kolam dan sungai
melalui India hingga ketinggian 1000 meter. Bagian daunnya sering digunakan
untuk pengobatan. Di Gambia, tumbuhan ini digunakan sebagai Anodine untuk cuci
mata (Kumar et.al, 2010).
Reproduksi berjalan secara cepat
dengan perkembang biakan vegetatif dengan melepas stolon. Musim mempengaruhi
kepadatan rosset, yaitu kurang dari 100 per m2 hingga lebih dari
1.000 per m2 di Florida selatan. Tidak ada toleransi dengan suhu
rendah atau dingin. Namun dapat bertahan hidup untuk periode waktu yang panjang
pada kotoran lembab, tepian sungai, dan tepian pasir sungai (Langeland, et.al,
2008).
2.
Pendekatan
Morfologis
Pendekatan morfologi merupakan suatu sistem pengamatan dalam menganalisis suatu sampel dimana sifat dan ciri yang dimiliki dari sampel dapat diidentifikasi dengan mudah karena terlihat oleh mata dan nampak jelas. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang hidup mengapung di permukaan air yang tenang atau air yang mengalir tetapi dengan aliran yang pelan. Sesuai dengan nama dari tumbuhan ini yaitu selada air (dalam bahasa indonesia), maka secara keseluruhan tumbuhan ini mirip dengan selada namun kecil, mengapung dan terbuka ke atas (Landprotection, 2006). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan tetap hijau yang merupakan tumbuhan monocotyledone. Tumbuhan ini cenderung untuk memperluas dan melacak serta membentuk koloni besar yang dapat menutupi seluruh permukaan yang tersedia bagi mereka. Tumbuhan ini lebih suka di tempat yang cerah dan mendapat cahaya matahari secara bebas. Namun juga dapat hidup di tempat yang teduh namun tetap terkena cahaya matahari secara parsial (Anonimous, 2011).
|
3.
Pendekatan
Adaptasi Fisiologi
Pendekatan adaptasi fisiologi
merupakan cara atau sistem pengamatan secara mendetail dan terperinci dengan
menggunakan dasar pengamatan sampel berupa proses fisiologis sampel terhadap
proses adaptasi yang terjadi di lingkunganya. Secara fisiologis, tumbuhan
apu-apu (P.stratiotes) memiliki
kemampuan untuk menyerap bahan
radioaktif sehingga dapat digunakan
untuk mengurangi limbah akibat pencemaran bahan radioaktif di lingkungan.
Karena kemampuan tersebut, maka tumbuhan ini dapat dikatakan sebagai
fitoremediasi. Hal ini didasari oleh kemampuan sejumlah tanaman termasuk
apu apu (P.stratiotes) untuk mengakumulasi
bahan radioaktif tertentu sehingga konsentrasi pada biota jauh diatas
konsentrasi media tanamnya yang merupakan jalur masuknya bahan radioaktif
tersebut. Bahan radioaktif yang ada pada lingkungan tersebut diserap oleh akar,
kemudian mengalami translokasi di dalam tumbuhan, dan dilokalisasi pada
jaringan. Salah satu contoh bahan radioaktif yang ada yaitu Cs (Cesium).
Berdasarkan penelitian dapat diketahui
bahwa tanaman apu-apu mampu menyisihkan 134Cs
pada sistem perairan. Dengan metode rhizofiltrasi, akumulasi aktivitas 134Cs terbesar ada pada organ akar adalah
29044,05 Bq lalu pada daun tua aktivitas terbesar adalah 3607,62 Bq keduanya
terjadi pada hari ke-45, sedangkan aktivitas terbesar yang terserap pada organ
daun muda adalah 4341,67 Bq yang terjadi pada hari ke-30. Dan yang terakhir adalah persentase
penyisihan maksimum 134Cs oleh
kiapu adalah sebesar 48%. (Abadi, 2010).
Melihat kemampuan dari Tumbuhan apu-apu, maka dapat dilihat bahwa proses
tersebut merupakan bentuk adaptasi fisiologis yang dilakukan tumbuhan ini untuk
tetap bertahan pada suatu wilayah perairan dengan kondisi adanya bahan
radioaktif. Proses adaptasi fisiologis tersebut ditunjukkan dengan kemampuan
akar untuk melakukan filtrasi dan kemudian mengalami perubahan susunan pada
jaringan penyusun tubuh tumbuhan ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Blum, A
(2011) bahwa akar merupakan organ penting dalam transpirasi terhadap status
tingkatan air dalam berbagai kondisi, dimana terdapat rentangan akar, disitu
terdapat air. Selain hal tersebut,
berdasarkan pengamatan terhadap phytochemical screening maka menunjukkan bahwa
tumbuhan apu-apu (P.stratiotes)
mengandung alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, minyak, lemak dan glikosid
(Kumar,et.al, 2010).
Tabel
Phytochemical Screening
Type of Extract
|
Constituent present
|
ethanolic
|
alkaloid, tanin, flavonoid,
saponin, minyak, lemak dan glikosid
|
(Kumar,et.al, 2010)
Menurut... (..) menjelaskan bahwa
flavonoid bermanfaat untuk melindungi struktur sel, sehingga dengan adanya
kandungan flavonoid yang dihasilkan oleh tumbuhan apu-apu (P.stratiotes)
menunjukan bahwa adanya proses fisiologi adaptasi, khususnya dalam perlindungan
struktur sel terhadap lingkungan luar. Sehingga sel tetap melakukan akitivas
seluler dengan baik dan tidak mengalami suatu kerusakan dan gangguan. Selain
itu, dalam banyak kasus, flavonoid secara langsung berfungsi sebagai antibiotik
dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme. Sehingga dengan adanya flavonoid
dapat membantu tumbuhan apu-apu untuk melindungi diri dari serangan
mikroorganisme.
Tumbuhan apu apu atau Water lettuce (selada
air) merupakan tumbuhan yang dapat berkembang biak tidak hanya secara generatif
yaitu melalui penyerbukan pada bunga, namun juga secara vegetatif.
Perkembangbiakan vegetatif dapat dilakukan karena mampu membentuk stolon.
Menurut Langeland,et.al (2008), Stolon tersebut dapat terpotong pada ujungnya
dan akan terlepas dan tumbuh menjadi
individu baru. Maka tumbuhan ini dapat berkembang dengan cepat, karena dapat
dilakukan secara generatif dan juga vegetatif dengan menggunakan stolon.
Sehingga dengan adanya kemampuan tersebut, maka tumbuhan ini dapat bertumbuh
dan dapat memperluas dan melacak serta membentuk koloni besar yang dapat
menutupi seluruh permukaan yang tersedia bagi mereka. Akar yang dimiliki
tumbuhan ini adalah akar serabut dan membentuk suatu struktur berbentuk seperti
keranjang dan dikelilingi gelembung udara, sehingga meningkatkan daya apung
tumbuhan itu. Hal ini menunjukkan bentuk fisiologis adaptasi yang dilakukan
tumbuhan apu apu untuk mampu hidup di area perairan dan tetap mendapatkan
cahaya matahari dan udara untuk proses fotosintesis. Selain itu, letak daun
berupa rosset dan bentuk daun yang cenderung melebar membantu tumbuhan ini
untuk dapat mengapung dipermukaan air karena luas kontak dengan air lebih luas,
serta daun yang lebar membantu tanaman ini untuk melakukan penguapan air secara
berlebih. Menurut Landprotection (2006), daun tumbuhan apu apu memiliki
struktur berongga-rongga, dan bila dilihat secara histologis, maka nampak bahwa
terdapat rongga kosong pada jaringan mesofilnya yang disebut jaringan aerenkim.
Hal ini menunjukkan cara apu apu untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya
yaitu perairan atau lahan basah, yang bertujuan agar dapat mengapung di
permukaan air. Tumbuhan yang memiliki rongga udara banyak akan semakin mudah
mengapung karena jaringan penyusunnya tidak padat dan berat.
Daftar Pustaka
Anonim, 2011. Pistia stratiotes. http:www.wordpress.com.15 Oktober 2011
Abadi,A.L.2010. Ilmu Tumbuhan. Bayu Media Publishing : Malang
Dharmono,2007. Perpustakaan Sekolah. PT.Tira Pustaka :
Jakarta
Forestier,H. 2007. Prasejarah Kepulauan Indonesia. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta
Kumar. R. 2008. Review Of Plants. John Press : Toronto
Landprotection,2006. In Asive Plants. Century Crafts : New
York
Langeland, G. 2008. Code For Practice For Powdered Formula
For Plants. PT.Gramedia Pustaka Utama :
JakartA
Matthews,I.G. 2003. The Island. 2nd. Island Press :
Washington
Robert,R. 2008. Buku Pintar. Media Of Indonesia : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar