Senin, 10 Desember 2012

Senyawa pulutan Heptachlor

SENYAWA POLUTAN HEPTACHLOR


Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah pencemaran lingkungan

Disusun oleh :
Edi Purnomo                         (24020110120040)
Eka Fitriani                           (24020110120002)
Wisnu Adi W                        (24020110130057)
Ibni Jeudi J                            (24020110130050)


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



HEPTACHLOR
http://htmlimg4.scribdassets.com/2sh42cqqps1nk0tm/images/17-b9fff70397.png
Heptaklor merupakan senyawa organoklorin yang digunakan sebagai insektisida. Biasanya dijual dalam bentuk bubuk putih atau cokelat. Heptachlor adalah salah satu insektisida siklodiena. Pada tahun 1962, Silent Spring Rachel Carson mempertanyakan keamanan heptaklor dan insektisida terklorinasi lainnya. Karena strukturnya sangat stabil,heptaklor dapat bertahan di lingkungan selama beberapa dekade. EPA AS telah membatasi penjualan produk heptaklor dengan aplikasi spesifik pengendalian kebakaran pada transformator semut bawah tanah. Jumlah yang dapat hadir dalam makanan yang berbeda diatur (Hidayat, 2001). Heptaklor analog dengan sintesis siklodiena lainnya dimana heptaklor diproduksi melalui reaksi Diels-Alder dari heksaklorosiklopentadiena dan siklopentadiena. Dibandingkan dengan klordan, heptaklor memiliki sifat sekitar 3 - 5 kali lebih aktif sebagai insektisida, tetapi lebih inert secara kimia sehingga lebih tahan terhadap alkali yang air dan kaustik. Heptaklor merupakan polutan organik yang persisten (POP). Ia memiliki waktu paruh + 1,3-4,2 hari di udara, + 0,03-0,11 tahun di air dan + 0,11-0,34 tahun di tanah. Seperti POPs lainnya, heptaklor bersifat lipofilik dan kurang larut dalam air (0,056 mg/L pada suhu25° C), sehingga cenderung terakumulasi dalam lemak tubuh manusia dan hewan (Hidayat,2001).
Kegunaan utamanya adalah untuk menangani serangga di tanah, rayap, serangga di tanaman kapas, belalang, dan beberapa hama tanaman lainnya. Kelarutan heptaklor dalam air sangat rendah, sedangkan kelarutannya di dalam lemak tinggi. Kemampuan heptaklor untuk menguap cukup tinggi dan dapat menjadi bagian dari atmosfer saat terjadi penguapan (Ritter, 1997). Persistensi heptaklor di tanah terbilang tinggi karena memiliki kecenderungan untuk teradsorbsi di dalam tanah serta sangat sulit mengalami pergerakan menuju air tanah. Faktor lainnya yang mempengaruhi persistensi heptaklor adalah temperatur dan kelembaban.  Dikarenakan kelarutannya yang rendah dalam air dan kemampuan menguapnya yang tinggi dari air, maka konsentrasi heptaklor yang ditemukan di sampel air relatif rendah, yaitu berkisar antara 0,133-1,67 ppb.
Dosis tinggi heptaklorbila terkena hewan yang baru lahir menyebabkan penurunan berat badan dan kematian (Miller, 2002). Batas adanya kandungan heptaklor menurut EPA untuk air minum adalah 0,0004mg/L dan 0,0002 mg/L untuk epoksida heptaklor. Batas heptaklor menurut FDA padatanaman pangan adalah 0,01 ppm, dalam susu adalah 0,1 ppm, dan pada makanan laut adalah0,3 ppm.
PENANGANAN
1.      Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Proses pengolahan secara fisika. Urutannya yaitu penyaringan, pengendapan, dan pengapungan.
2.      Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganismeyang dapat mengurai/mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
a.         Metode trickling filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1 -3 m.
b.         Metode activated sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob.
c.          Metode treatment ponds/lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka.
3.      Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah.
4.      Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) yang ada dalam limbah cair/air limbah.
5.      Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/ dicerna secara anaerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan(landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar