SENYAWA POLUTAN HEPTACHLOR
Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas
dari mata kuliah pencemaran lingkungan
Disusun oleh :
Edi Purnomo (24020110120040)
Eka Fitriani (24020110120002)
Wisnu Adi W (24020110130057)
Ibni Jeudi J (24020110130050)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
HEPTACHLOR
Heptaklor merupakan senyawa
organoklorin yang digunakan sebagai insektisida. Biasanya dijual dalam bentuk
bubuk putih atau cokelat. Heptachlor adalah salah satu insektisida siklodiena. Pada tahun 1962, Silent Spring
Rachel Carson mempertanyakan keamanan
heptaklor dan insektisida terklorinasi lainnya. Karena strukturnya sangat
stabil,heptaklor dapat bertahan di lingkungan selama beberapa dekade. EPA AS
telah membatasi penjualan produk heptaklor dengan
aplikasi spesifik pengendalian kebakaran pada transformator semut bawah tanah. Jumlah yang dapat hadir
dalam makanan yang berbeda diatur
(Hidayat, 2001). Heptaklor analog dengan sintesis siklodiena
lainnya dimana heptaklor diproduksi melalui
reaksi Diels-Alder dari heksaklorosiklopentadiena dan
siklopentadiena. Dibandingkan dengan klordan,
heptaklor memiliki sifat sekitar 3 - 5 kali lebih aktif sebagai insektisida, tetapi lebih inert
secara kimia sehingga lebih tahan terhadap alkali yang air dan kaustik. Heptaklor merupakan polutan
organik yang persisten (POP). Ia memiliki waktu paruh + 1,3-4,2 hari di udara, + 0,03-0,11 tahun di air dan
+ 0,11-0,34 tahun di tanah. Seperti POPs
lainnya, heptaklor bersifat lipofilik dan kurang larut dalam air (0,056 mg/L
pada suhu25° C), sehingga cenderung terakumulasi dalam lemak tubuh manusia dan
hewan (Hidayat,2001).
Kegunaan
utamanya adalah untuk menangani serangga di tanah, rayap, serangga di tanaman
kapas, belalang, dan beberapa hama tanaman lainnya. Kelarutan heptaklor dalam
air sangat rendah, sedangkan kelarutannya di dalam lemak tinggi. Kemampuan
heptaklor untuk menguap cukup tinggi dan dapat menjadi bagian dari atmosfer
saat terjadi penguapan (Ritter, 1997). Persistensi heptaklor di tanah terbilang
tinggi karena memiliki kecenderungan untuk teradsorbsi di dalam tanah serta
sangat sulit mengalami pergerakan menuju air tanah. Faktor lainnya yang
mempengaruhi persistensi heptaklor adalah temperatur dan kelembaban. Dikarenakan kelarutannya yang rendah dalam
air dan kemampuan menguapnya yang tinggi dari air, maka konsentrasi heptaklor
yang ditemukan di sampel air relatif rendah, yaitu berkisar antara 0,133-1,67
ppb.
Dosis tinggi
heptaklorbila terkena hewan yang baru lahir menyebabkan penurunan berat badan
dan kematian (Miller, 2002). Batas adanya kandungan heptaklor menurut EPA untuk
air minum adalah 0,0004mg/L dan 0,0002 mg/L untuk epoksida heptaklor. Batas
heptaklor menurut FDA padatanaman pangan adalah 0,01 ppm, dalam susu adalah 0,1
ppm, dan pada makanan laut adalah0,3 ppm.
PENANGANAN
1. Pengolahan
Primer (Primary Treatment)
Proses pengolahan secara fisika. Urutannya yaitu
penyaringan, pengendapan, dan pengapungan.
2. Pengolahan
Sekunder (Secondary Treatment)
Proses
pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganismeyang dapat
mengurai/mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya
adalah bakteri aerob.
a.
Metode trickling filter
Pada metode ini, bakteri
aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada
suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan
ketebalan ± 1 -3 m.
b.
Metode activated sludge
Pada metode activated
sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan
di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob.
c.
Metode treatment ponds/lagoons
Metode treatment
ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun
prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan
dalam kolam-kolam terbuka.
3. Pengolahan
Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan
ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah.
4. Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi
atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme
patogen (penyebab penyakit) yang ada dalam limbah cair/air limbah.
5. Pengolahan
Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur
tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih
lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara
diurai/ dicerna secara anaerob (anaerob digestion), kemudian
disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan
pembuangan(landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar